Terbaru
Senin, November 25, 2013
Kurikulum Pendidikan Untuk Pengembangan Berkelanjutan
INDRA - POSTAR
INDRA - Pendidikan untuk Pengembangan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development) selanjutnya disebut EfSD, menjadi isu mutakhir di lingkungn pendidikan formal maupun nonformal dan informal (PNFI). Koordinator Nasional EfSD Prof Dr Retno S Sudibyo, dalam berbagai kesempatan mensosialisasikan agar muatan EfSD terintegrasi dalam pembelajaran di persekolahan mulai dari Taman Kanak Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (PT).
Begitu pula dalam pendidikan non formal dan informal yang di mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Keseteraan Paket A, B dan C, berbagai Kursus Ketrampilan, Keaksaraan Fungsional, pemberdayaan perempuan dan gender, dan berbagai program pendidikan kecakapan hidup lainnya. Pertanyaannya adalah apa itu EfSD? mengapa EfSD? Bagaimana EfSD dalam perspektif PNFI dan implementasinya?
Tujuan yang ingin dicapai melalui tulisan ini adalah membangun kapasitas komunitas dari berbagai pihak yang terlibat dan berkepentingan dalam praktik pendidikan nonformal dan informal, yang mampu mengembangkan dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang mengarah kepada sustainable development yaitu kegiatan PNFI yang mempertimbangkan beberapa ecosystem yaitu pengembangan aspek ekonomi, pemeliharaan lingkungan, dan berasaskan keadilan sosial (termasuk kultur dan budaya). Tujuan selanjutnya adalah membangun komitmen dikalangan praktisi PNFI untuk berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik, dunia yang tenteram, aman-nyaman, bagi kita semua generasi sekarang dan yang akan datang.
Pengembangan berkelanjutan dan pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan
EfSD istilah aslinya adalah Education Sustainable Development atau di singkat ESD minus for. Mengapa di Indonesia ditambah dengan for? For artinya untuk. Kata untuk berarti menghasilkan sesuatu, ada tujuan yang ingin dicapai.
Untuk menghasilkan sesuatu atau mencapai tujuan, harus ada tindakan (action). Sedangkan development diterjemahkan pengembangan bukan pembangunan, karena pembangunan sering dimaknai pembangunan fisik atau infrastruktur.
Pengembangan berkelanjutan (sustainable development) adalah sebuah perubahan, perkembangan atau pengembangan meliputi kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan secara simultan, berkesinambungan sehingga menghasilkan kondisi tentram, aman, nyaman baik dimasa sekarang maupun yang akan datang. Pengembangan berkelanjutan diartikan sebagai pengembangan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa menghilangkn kemmpuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (UNESCO Bangkok : ESD dan Media, 2009) Pengertian tersebut mngandung pesan moral untuk memperbaiki kehidupan manusia masa kini dan mendatang tanpa mempertinggi pemakaian sumber daya alam melebihi daya dukung bumi. Tantangan kita ke depan adalah meningkatnya standar hidup.
Dalam buku yang berjudul “Wanita dan Lingkungan” yang ditulis oleh Yun Irianti, Setyawati (2008) dijelaskan bahwa gerakan untuk hidup yang berkelanjutan (sustainability), sama artinya hidup bersama dengan planet. Untuk mewujudkan sustainability kita harus yakin dan mengetahui bahwa masih ada ketersediaan sumber-sumber alami berkualitas seperti daya dukung tanah, air dan udara. Kesemuanya itu akan dikembangkan untuk generasi sekarang dan generasi mendatang anak-anak kita, cucu dan generasi setelah itu.
Pengembangan berkelanjutan yang sedang kita bangun sekarang ini, sesungguhnya merupakan perpaduan dari pendekatan eco-development, eco-humanism dan eco-environmentailsm. Sedangkan yang terjadi sebelumnya adalah pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan atau ekonomi. Kita dipacu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menguras sumber daya alam tanpa memperhatikan keberlanjutan dan aspek sosialnya.
Purba, jonny (2005) menyebutkan ada 5 prinsip utama dalam pengembangan berkelanjutan yaitu:
Begitu pula dalam pendidikan non formal dan informal yang di mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Keseteraan Paket A, B dan C, berbagai Kursus Ketrampilan, Keaksaraan Fungsional, pemberdayaan perempuan dan gender, dan berbagai program pendidikan kecakapan hidup lainnya. Pertanyaannya adalah apa itu EfSD? mengapa EfSD? Bagaimana EfSD dalam perspektif PNFI dan implementasinya?
Tujuan yang ingin dicapai melalui tulisan ini adalah membangun kapasitas komunitas dari berbagai pihak yang terlibat dan berkepentingan dalam praktik pendidikan nonformal dan informal, yang mampu mengembangkan dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang mengarah kepada sustainable development yaitu kegiatan PNFI yang mempertimbangkan beberapa ecosystem yaitu pengembangan aspek ekonomi, pemeliharaan lingkungan, dan berasaskan keadilan sosial (termasuk kultur dan budaya). Tujuan selanjutnya adalah membangun komitmen dikalangan praktisi PNFI untuk berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik, dunia yang tenteram, aman-nyaman, bagi kita semua generasi sekarang dan yang akan datang.
Pengembangan berkelanjutan dan pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan
EfSD istilah aslinya adalah Education Sustainable Development atau di singkat ESD minus for. Mengapa di Indonesia ditambah dengan for? For artinya untuk. Kata untuk berarti menghasilkan sesuatu, ada tujuan yang ingin dicapai.
Untuk menghasilkan sesuatu atau mencapai tujuan, harus ada tindakan (action). Sedangkan development diterjemahkan pengembangan bukan pembangunan, karena pembangunan sering dimaknai pembangunan fisik atau infrastruktur.
Pengembangan berkelanjutan (sustainable development) adalah sebuah perubahan, perkembangan atau pengembangan meliputi kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan secara simultan, berkesinambungan sehingga menghasilkan kondisi tentram, aman, nyaman baik dimasa sekarang maupun yang akan datang. Pengembangan berkelanjutan diartikan sebagai pengembangan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa menghilangkn kemmpuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (UNESCO Bangkok : ESD dan Media, 2009) Pengertian tersebut mngandung pesan moral untuk memperbaiki kehidupan manusia masa kini dan mendatang tanpa mempertinggi pemakaian sumber daya alam melebihi daya dukung bumi. Tantangan kita ke depan adalah meningkatnya standar hidup.
Dalam buku yang berjudul “Wanita dan Lingkungan” yang ditulis oleh Yun Irianti, Setyawati (2008) dijelaskan bahwa gerakan untuk hidup yang berkelanjutan (sustainability), sama artinya hidup bersama dengan planet. Untuk mewujudkan sustainability kita harus yakin dan mengetahui bahwa masih ada ketersediaan sumber-sumber alami berkualitas seperti daya dukung tanah, air dan udara. Kesemuanya itu akan dikembangkan untuk generasi sekarang dan generasi mendatang anak-anak kita, cucu dan generasi setelah itu.
Pengembangan berkelanjutan yang sedang kita bangun sekarang ini, sesungguhnya merupakan perpaduan dari pendekatan eco-development, eco-humanism dan eco-environmentailsm. Sedangkan yang terjadi sebelumnya adalah pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan atau ekonomi. Kita dipacu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menguras sumber daya alam tanpa memperhatikan keberlanjutan dan aspek sosialnya.
Purba, jonny (2005) menyebutkan ada 5 prinsip utama dalam pengembangan berkelanjutan yaitu:
- keadilan antar generasi; generasi sekarang menguasai sumber daya alam yang ada dibumi sebagai titipan untuk digunakan generasi mendatang. Ini menuntut tanggungjawab kepada generasi sekarang untuk memelihara/menjaga peninggalan (warisan) seperti halnya kita menikmati berbagai hak untuk menggunakan warisan bumi ini dari generasi sebelumnya;
- Keadilan dalam satu generasi; merupakan prinsip yang berbicara tentang keadilan antara satu atau sesama (single) generasi yakni tidak adanya kesenjangan antar individu atau kelompok masyarakat dalam hal pemenuhan kualitas hidup;
- pencegahan dini; maksudnya jika terdapat ancaman terjadinya kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, tidak ada alasan untuk menunda upaya-upaya untuk mencegah kerusakan tersebut;
- perlindungan keanekaragaman hayati sebagai sumber kesejahteraan manusia; dan
- Internalisasi biaya lingkungan dan mekanisme insentif; biaya lingkungan dan sosial diintegrasikan kedalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber alam.
Menurut Sudibyo, Retno S (2009) EfSD adalah sebuah paradigma baru, dibidang pendidikan (formal, nonformal dan informal) yang mempertimbangkan 3 dimensi yaitu kesinambungan ekonomi, keadilan sosial (termasuk kultur dan budaya), dan kelestarian lingkungan secara simultan, seimbang dan berkelanjutan. Peraturan Mendiknas No 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Bagian Ketiga menegaskan bahwa penjaminan mutu menganut paradigma pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan.
EfSD juga diartikan konsep dinamis yang mencakup sebuah visi baru pendidikan yang mengupayakan pemberdayaan setiap orang dari segala usia untuk turut bertanggungjawab dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan (KTT Dunia untuk Pengembangan Berkelanjutan, 2002). EfSD merupakan bagian integral untuk mencapai tiga pilar pembangunan manusia yaitu pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
EfSD berbeda dengan pendidikan tentang pengembangan berkelanjutan atau sekedar transfer pengetahuan. EfSD berurusan dengan upaya mengubah perilaku dan gaya hidup kita bagi transformasi yang positif. Lebih jauh, EfSD tidaklah sama dengan pendidikan lingkungan hidup (environmental education,EE). EE hanyalah salah satu komponen saja dari EfSD yang mencakup ragam tema seperti penanggulangan kemiskinan, hak asasi manusia, kesetaraan gen-der dan demokrasi. Berdasarkan telaah terhadap keadaan EfSD di Asia Pasifik menunjukkan bahwa EfSD masih secara dominan dikonseptualisasikan dalam konteks pendidikan lingkungan hidup oleh banyak pemangku kepentingan dan pengambil keputusan.
Mengapa EfSD
Kehidupan dewasa ini semakin kompleks dan mengarah kepada kondisi chaostic (uncontrollable) seperti meningkatnya pertumbuhan populasi dunia yang melebihi kapasitas produktivitas natural bumi. Jumlah penduduk yang besar adalah sebuah potensi untuk memajukan negara, namun bila tidak diimbangi dengan tingkat pemahaman yang memadai tentang ekologi maka itu berati bencana.
Manusia sekarang berperilaku memeras bumi dan memaksa bumi untuk memberi lebih dari apa yang bisa bumi berikan sesuai kapasitas kemampuannya. Kecepatan manusia mengkonsumsi segala sumber daya alam dan hayati jauh lebih besar dari pada kecepatan sumber daya alam memperbaharui diri. Juga makin dinamisnya perkembangan komunikasi dan transportasi yang mengakibatkan rumitnya world interlinkages seperti masalah globalisasi ekonomi, perdagangan, pembangunan, kemiskinan, lingkungan, cuaca dsb. Kita memang lebih banyak dikepung oleh tawaran berbagai produk yang memberikan kemudahan dan memanjakan, yang sebenarnya tidak ramah lingkungan. Sebagian dari masyarakat kita justru terperangkap dalam gaya hidup hedonisme (serba menyenangkan) dan mengarah gaya hidup konsumtif dengan motto shop-ping until drop.
Secara total atau bersama-sama manusia hidup dalam kondisi lingkungan yang tidak seimbang. Kita lebih banyak memanfaatkan alam dari pada memelihara atau menjaganya. Lebih banyak merusak alam dari pada memperbaharui, lebih banyak menebang dari pada menanam. Apalagi dengan menggeliatnya dinamika pembangunan berbasis keunggulan lokal. Pemanfaatan potensi lokal terutama sumber daya alam, harus dibarengi dengan upayapemeliharaan dan pelestarian lingkungan. Jika tidak, pada hakekatnya kita meletakkan kehidupan manusia pada kondisi yang unsustainable development. Jika hal ini terus menerus terjadi, maka akan menimbulkan bencana besar bagi generasi mendatang. Anak cucu kita akan mendapatkan warisan kondisi kehidupan yang unsustainable development dan menanggung dosa besar perilaku generasi terdahulu. Ini tidak boleh dibiarkan terjadi, karena itu perlu EfSD.
Mengapa melalui pendidikan (education)? Karena pendidikan merupakan instrumen kuat yang efektif (formal, nonformal dan informal) untuk melakukan komunikasi, memberikan informasi, penyadaran, pembelajaran, dan dapat untuk memobilasisi komunitas serta menggerakkan bangsa kearah kehidupan masa depan yang berkembang secara lebih berkelanjutan.
EfSD dalam Perspektif PNFI
EfSD sebagai paradigma baru di bidang pendidikan, mungkin masih terlalu awam bagi sebagaian besar masyarakat termasuk mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan nonformal dan informal itu sendiri. Sosialisasi EfSD yang sudah dilakukan baru sebatas kepada para birokrat di bidang PNFI. Sedangkan untuk praktisi seperti tenaga kependidikan khususnya pengelola pro-gram PNFI dan tenaga pendidik PNFI (tutor atau sumber belajar dan Pamong Belajar) belum mendapatkan sosialisasi. Padahal praktisi inilah yang memiliki peran penting dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Apalagi bagi peserta didik program PNFI yang kebanyakan memiliki keterbatasan akses informasi. Pengetahuan tentang EfSD masih sangat “maya” sehingga perlu terus disosialisasikan agar mereka peduli dan berperilaku yang mendukung untuk pengembangan berkelanjutan.
EfSD yang mengintegrasikan 3 dimensi yaitu ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, sesungguhnya sudah sejak lama diterapkan dalam lingkungan PNFI mulai dari program PAUD, Kesetaraan, Keaksaraan, kursus, pemberdayaan perempuan dan gender, maupun program pendidikan kecakapan hidup (PKH) baik yang berspektrum pedesaan maupun perkotaan. Namun demikian, apa yang kita lakukan selama ini mungkin masih jauh dari harapan EfSD.
Keterbatasan pertama; secara umum penerapan 3 dimensi (ekonomi, sosial budaya dan lingkungan) digunakan sebagai pendekatan yang berdiri sendiri atau terpisah. Ada program PNFI yang menggunakan pendekatan ekonomi saja, sosial budaya saja, atau lingkungan saja.
Tiga dimensi tersebut belum digunakan sebagai suatu kesatuan yang utuh (terintegrasi), belum dikembangkan secara seimbang antar ketiganya, serta hanya untuk kepentingan masa sekarang saja.Program PAUD alam akhir-akhir ini menjadi trend, pendekatan yang dipakai yaitu alam atau lingkungan saja. Pada program kesetaraan, pendekatan yang utama dipakai adalah ekonomi, dimana peserta didik dilatih berbagai ketrampilan dan pengelolaan usaha untuk menambah pendapatan. Pada progam Keaksaraan Fungsional pendekatan cukup variatif, ada pendekatan ekonomi, bahasa ibu, keagamaan dan juga lingkungan.
Pendekatan ekonomi lebih menekankan bagaimana membelajarkan baca, tulis dan hitung (calistung) melalui kegiatan produktif. Pendekatan bahasa ibu, menekankan pada penggunaan bahasa ibu sebagai komunikasi pembelajaran. Untuk masyarakat pinggiran hutan misalnya, program keaksaraan diintegrasikan dengan upaya memberdayakan masyarakat untuk ikut serta menjaga hutan ( tidak merusak hutan ), bekerjasama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Keterbatasn kedua; pendidikan ahlak mulia (ethics) dari setiap dimensi (ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan) belum ditanamkan kepada peserta didik secara optimal. Keterbatasan ketiga; pembelajaran belum dilakukan dalam konteks penyadaran bahwa turut menjaga dan melestarikan lingkungan adalah tanggungjawab individu (individual respon-sibility), yang harus dikontribusikan melalui tindakan nyata untuk mendukung pengembangan berkelanjutan.
Implementasi EfSD dalam Perspektif PNFI
EfSD merupakan keharusan yang tidak bisa ditunda lagi demi kehidupan yang lebih baik dimasa sekarang maupun yang akan datang. Menjadikan EfSD sebagai muatan pendidikan baik formal maupun nonformal dan informal diatur dalam Permendiknas No 63 tahun 2003 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Bagian Ketiga mengenai paradigma dan prinsip penjaminan mutu pendidikan pasal 3. Melalui pendidikan nonformal dan informal, mari kita lakukan apa yang bisa kita kontribusikan untuk mewujudkan kondisi kehidupan yang lebih baik untuk pengembangan berkelanjutan. Sekecil apapun kontribusi yang bisa kita berikan, akan berharga bagi permasalahan lingkungan termasuk pemanasan global (global warming). Potensi kerusakan yang begitu dahsyat akibat pemanasan global memerlukan tindakan pencegahan secara global pula.
Strategi Implementasi
Bagaimana implementasi EfSD dalam perspektif PNFI? Ada banyak hal yang bisa kita lakukan baik secara kelembagaan, kolektif maupun individu:
Dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah Pengembangan kapasitas SDM melalui diklat, Orientasi dan sosialisasi EfSD bagi pendidik dan tenaga kependidikan PNFI
Pengembangan program-program PNFI berwawasan EfSD
Jadikan muatan EfSD sebagai bagian tak terpisahkan dari penyelenggaraan program PNFI. EfSD bukan mata pelajaran baru yang harus diujikan atau dinilai, melainkan sebuah paradigma baru dalam pendidikan yang harus disisipkan dalam dalam program pembelajaran secara terintegrasi. Penanaman nilai-nilai EfSD dilakukan secara terintegrasi (integrated learning) dengan program PNFI baik yang sifatnya berjenjang maupun yang tidak berjenjang. Program PNFI yang berjenjang seperti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C. Sedangkan program PNFI yang tidak berjenjang seperti Keaksaraan Fungsional, berbagai macam kursus ketrampilan, pemberdayaan perempuan dan gender, Taman Bacaan Masyarakat, Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) serta berbagai program pendidikan kecakapan hidup lainnya baik berspektrum pedesaan maupun perkotaan seperti Kursus Wirausaha Desa (KWD), Kursus Wira Usaha Kota (KWK) dan Kursus Para Profesi (KPP).
EfSD juga diartikan konsep dinamis yang mencakup sebuah visi baru pendidikan yang mengupayakan pemberdayaan setiap orang dari segala usia untuk turut bertanggungjawab dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan (KTT Dunia untuk Pengembangan Berkelanjutan, 2002). EfSD merupakan bagian integral untuk mencapai tiga pilar pembangunan manusia yaitu pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
EfSD berbeda dengan pendidikan tentang pengembangan berkelanjutan atau sekedar transfer pengetahuan. EfSD berurusan dengan upaya mengubah perilaku dan gaya hidup kita bagi transformasi yang positif. Lebih jauh, EfSD tidaklah sama dengan pendidikan lingkungan hidup (environmental education,EE). EE hanyalah salah satu komponen saja dari EfSD yang mencakup ragam tema seperti penanggulangan kemiskinan, hak asasi manusia, kesetaraan gen-der dan demokrasi. Berdasarkan telaah terhadap keadaan EfSD di Asia Pasifik menunjukkan bahwa EfSD masih secara dominan dikonseptualisasikan dalam konteks pendidikan lingkungan hidup oleh banyak pemangku kepentingan dan pengambil keputusan.
Mengapa EfSD
Kehidupan dewasa ini semakin kompleks dan mengarah kepada kondisi chaostic (uncontrollable) seperti meningkatnya pertumbuhan populasi dunia yang melebihi kapasitas produktivitas natural bumi. Jumlah penduduk yang besar adalah sebuah potensi untuk memajukan negara, namun bila tidak diimbangi dengan tingkat pemahaman yang memadai tentang ekologi maka itu berati bencana.
Manusia sekarang berperilaku memeras bumi dan memaksa bumi untuk memberi lebih dari apa yang bisa bumi berikan sesuai kapasitas kemampuannya. Kecepatan manusia mengkonsumsi segala sumber daya alam dan hayati jauh lebih besar dari pada kecepatan sumber daya alam memperbaharui diri. Juga makin dinamisnya perkembangan komunikasi dan transportasi yang mengakibatkan rumitnya world interlinkages seperti masalah globalisasi ekonomi, perdagangan, pembangunan, kemiskinan, lingkungan, cuaca dsb. Kita memang lebih banyak dikepung oleh tawaran berbagai produk yang memberikan kemudahan dan memanjakan, yang sebenarnya tidak ramah lingkungan. Sebagian dari masyarakat kita justru terperangkap dalam gaya hidup hedonisme (serba menyenangkan) dan mengarah gaya hidup konsumtif dengan motto shop-ping until drop.
Secara total atau bersama-sama manusia hidup dalam kondisi lingkungan yang tidak seimbang. Kita lebih banyak memanfaatkan alam dari pada memelihara atau menjaganya. Lebih banyak merusak alam dari pada memperbaharui, lebih banyak menebang dari pada menanam. Apalagi dengan menggeliatnya dinamika pembangunan berbasis keunggulan lokal. Pemanfaatan potensi lokal terutama sumber daya alam, harus dibarengi dengan upayapemeliharaan dan pelestarian lingkungan. Jika tidak, pada hakekatnya kita meletakkan kehidupan manusia pada kondisi yang unsustainable development. Jika hal ini terus menerus terjadi, maka akan menimbulkan bencana besar bagi generasi mendatang. Anak cucu kita akan mendapatkan warisan kondisi kehidupan yang unsustainable development dan menanggung dosa besar perilaku generasi terdahulu. Ini tidak boleh dibiarkan terjadi, karena itu perlu EfSD.
Mengapa melalui pendidikan (education)? Karena pendidikan merupakan instrumen kuat yang efektif (formal, nonformal dan informal) untuk melakukan komunikasi, memberikan informasi, penyadaran, pembelajaran, dan dapat untuk memobilasisi komunitas serta menggerakkan bangsa kearah kehidupan masa depan yang berkembang secara lebih berkelanjutan.
EfSD dalam Perspektif PNFI
EfSD sebagai paradigma baru di bidang pendidikan, mungkin masih terlalu awam bagi sebagaian besar masyarakat termasuk mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan nonformal dan informal itu sendiri. Sosialisasi EfSD yang sudah dilakukan baru sebatas kepada para birokrat di bidang PNFI. Sedangkan untuk praktisi seperti tenaga kependidikan khususnya pengelola pro-gram PNFI dan tenaga pendidik PNFI (tutor atau sumber belajar dan Pamong Belajar) belum mendapatkan sosialisasi. Padahal praktisi inilah yang memiliki peran penting dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Apalagi bagi peserta didik program PNFI yang kebanyakan memiliki keterbatasan akses informasi. Pengetahuan tentang EfSD masih sangat “maya” sehingga perlu terus disosialisasikan agar mereka peduli dan berperilaku yang mendukung untuk pengembangan berkelanjutan.
EfSD yang mengintegrasikan 3 dimensi yaitu ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, sesungguhnya sudah sejak lama diterapkan dalam lingkungan PNFI mulai dari program PAUD, Kesetaraan, Keaksaraan, kursus, pemberdayaan perempuan dan gender, maupun program pendidikan kecakapan hidup (PKH) baik yang berspektrum pedesaan maupun perkotaan. Namun demikian, apa yang kita lakukan selama ini mungkin masih jauh dari harapan EfSD.
Keterbatasan pertama; secara umum penerapan 3 dimensi (ekonomi, sosial budaya dan lingkungan) digunakan sebagai pendekatan yang berdiri sendiri atau terpisah. Ada program PNFI yang menggunakan pendekatan ekonomi saja, sosial budaya saja, atau lingkungan saja.
Tiga dimensi tersebut belum digunakan sebagai suatu kesatuan yang utuh (terintegrasi), belum dikembangkan secara seimbang antar ketiganya, serta hanya untuk kepentingan masa sekarang saja.Program PAUD alam akhir-akhir ini menjadi trend, pendekatan yang dipakai yaitu alam atau lingkungan saja. Pada program kesetaraan, pendekatan yang utama dipakai adalah ekonomi, dimana peserta didik dilatih berbagai ketrampilan dan pengelolaan usaha untuk menambah pendapatan. Pada progam Keaksaraan Fungsional pendekatan cukup variatif, ada pendekatan ekonomi, bahasa ibu, keagamaan dan juga lingkungan.
Pendekatan ekonomi lebih menekankan bagaimana membelajarkan baca, tulis dan hitung (calistung) melalui kegiatan produktif. Pendekatan bahasa ibu, menekankan pada penggunaan bahasa ibu sebagai komunikasi pembelajaran. Untuk masyarakat pinggiran hutan misalnya, program keaksaraan diintegrasikan dengan upaya memberdayakan masyarakat untuk ikut serta menjaga hutan ( tidak merusak hutan ), bekerjasama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Keterbatasn kedua; pendidikan ahlak mulia (ethics) dari setiap dimensi (ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan) belum ditanamkan kepada peserta didik secara optimal. Keterbatasan ketiga; pembelajaran belum dilakukan dalam konteks penyadaran bahwa turut menjaga dan melestarikan lingkungan adalah tanggungjawab individu (individual respon-sibility), yang harus dikontribusikan melalui tindakan nyata untuk mendukung pengembangan berkelanjutan.
Implementasi EfSD dalam Perspektif PNFI
EfSD merupakan keharusan yang tidak bisa ditunda lagi demi kehidupan yang lebih baik dimasa sekarang maupun yang akan datang. Menjadikan EfSD sebagai muatan pendidikan baik formal maupun nonformal dan informal diatur dalam Permendiknas No 63 tahun 2003 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Bagian Ketiga mengenai paradigma dan prinsip penjaminan mutu pendidikan pasal 3. Melalui pendidikan nonformal dan informal, mari kita lakukan apa yang bisa kita kontribusikan untuk mewujudkan kondisi kehidupan yang lebih baik untuk pengembangan berkelanjutan. Sekecil apapun kontribusi yang bisa kita berikan, akan berharga bagi permasalahan lingkungan termasuk pemanasan global (global warming). Potensi kerusakan yang begitu dahsyat akibat pemanasan global memerlukan tindakan pencegahan secara global pula.
Strategi Implementasi
Bagaimana implementasi EfSD dalam perspektif PNFI? Ada banyak hal yang bisa kita lakukan baik secara kelembagaan, kolektif maupun individu:
Dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah Pengembangan kapasitas SDM melalui diklat, Orientasi dan sosialisasi EfSD bagi pendidik dan tenaga kependidikan PNFI
Pengembangan program-program PNFI berwawasan EfSD
Jadikan muatan EfSD sebagai bagian tak terpisahkan dari penyelenggaraan program PNFI. EfSD bukan mata pelajaran baru yang harus diujikan atau dinilai, melainkan sebuah paradigma baru dalam pendidikan yang harus disisipkan dalam dalam program pembelajaran secara terintegrasi. Penanaman nilai-nilai EfSD dilakukan secara terintegrasi (integrated learning) dengan program PNFI baik yang sifatnya berjenjang maupun yang tidak berjenjang. Program PNFI yang berjenjang seperti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C. Sedangkan program PNFI yang tidak berjenjang seperti Keaksaraan Fungsional, berbagai macam kursus ketrampilan, pemberdayaan perempuan dan gender, Taman Bacaan Masyarakat, Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) serta berbagai program pendidikan kecakapan hidup lainnya baik berspektrum pedesaan maupun perkotaan seperti Kursus Wirausaha Desa (KWD), Kursus Wira Usaha Kota (KWK) dan Kursus Para Profesi (KPP).
Adanya keteladanan dari pejabat PNFI dan praktisi (pedidik dan tenaga kependidikan) yang berperilaku green, yakni orang-orang yang smart, bijak, peka lingkungan dan bersikap serta berperilaku yang mendukung pengembangan berkelanjutan. Berperilaku green tidak hanya menyelamatkan lingkungan tetapi juga menyelamatkan generasi mendatang dari bencana besar.
Menjadikan lembaga PNFI dan organisasi mitra sebagai pelopor lingkungan yang menyebarkan pengetahuan tentang EfSD pada lingkungan sekitar dan komunitasnya maupun masyarakat secara meluas dan efektif.
Menjadikan media komunikasi dan informasi PNFI yang berwawasan EfSD, dengan menyediakan kolom khusus bertema green pada setiap edisi dari berbagai media informasi PNFI. Tambahkan koleksi bacaan bertema green pada setiap perpustakaan lembaga PNFI dan Taman bacaan masyarakat (TBM)
Ciptakan kondisi panti belajar yang green
Menanamkan sikap dan perilaku green pada peserta didik baik di kelompok belajar maupun dalam aktivitas sehari-hari.Bagaimana mengintegrasikan EfSD kedalam program-program PNFI? Jawabannya bisa sangat beragam. Keragaman ini didasari kondisi lingkungan yang berbeda. Apakah program berlokasi di lingkungan pegunungan, pedesaan, pesisir, pinggiran hutan, desa terpencil/terisolir atau perkotaan. Begitu pula kondisi peserta didiknya. Apakah peserta didik adalah mereka yang usianya anak-anak atau orang dewasa. Bagaimana pula tingkat pendidikannya. Pengintegrasian EfSD kedalam program-program PNFI tidak dibahas per program tetapi secara umum, dilihat dari dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.
Dimensi ekonomi
Dari dimensi ekonomi, intinya adalah mendidik dan melatih masyarakat yang tidak memiliki ketrampilan (unskill), tidak bekerja (non job) dan tidak sekolah dengan berbagai ketrampilan produktif dan pengelolaan usaha guna meningkatkan kesejahteraan. Kegiatan produktif ini lebih cocok diterapkan pada program PNFI yang sasarannya adalah orang dewasa seperti Kesetaraan , KF, Kursus ketrampilan, Kursus wira usaha desa, kursus wirausaha kota, kursus para profesi dan pemberdayaan perempuan. Sedangkan pada program PAUD, dimensi ekonomi diarahkan untuk membiasakan hidup hemat dengan menabung.
Adapun keterampilan produktif yang dikembangkan sangat tergantung potensi sumber daya alam yang ada:
- Untuk daerah pegunungan atau pedesaan, usaha produktif dapat berupa budi daya pertanian (sayuran, buah-buahan, palawija, ubi-ubian, tanaman obat), perkebunan, peternakan, perikanan, pertukangan dan home industri yang sifatnya pengolahan pasca panen, agrowisata, wisata alam.
- Untuk daerah pesisir misalnya budidaya terkait potensi laut seperti rumput laut, mutiara, perikanan, dan home industri pasca panen seperti pengasapan ikan, pengalengan ikan, aneka kerajinan dari kerang, aneka kerupuk berbahan dasar ikan laut, petis, wisata alam.
- Untuk perkotaan, pengembangan usaha lebih banyak bersifat jasa seperti elektro seperti (teknisi dan operator komputer, teknisi hp, servis televisi, AC, kulkas), security, perhotelan, SPA, otomotif, salon kecantikan, perawatan binatang piaraan, pertamanan, baby sitter, binatu, aerobik, fitness, yoga, montir, pertukangan, garmen, las, refleksi. Usaha yang bersifat produksi misalnya boga, tanaman hias, ikan hias, mebelair.
Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa peserta didik tidak hanya dilatih memanfaatkan sumber daya alam untuk kegiatan produktif saja, tetapi sekaligus juga merupakan proses pembelajaran, penyadaran dan tanggungjawab bersama-sama melakukan tindakan menjaga dan melestarikan lingkungan.
Dimensi lingkungan
Penerapan dimensi ekonomi harus dibarengi dengan dimensi lingkungan. Dimensi lingkungan menitikberatkan pada pada upaya menanamkan kesadaran dan tanggungjawab individu secara sendiri-sendiri atau bersama menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman dengan membudayakan perilaku green dalam aktivitas keseharian:
Penghijauan/menanam pohon di panti belajar dan sekitarnya, di pekarangan rumah dan sekitarnya, lahan tidak produktif.
Dimensi lingkungan
Penerapan dimensi ekonomi harus dibarengi dengan dimensi lingkungan. Dimensi lingkungan menitikberatkan pada pada upaya menanamkan kesadaran dan tanggungjawab individu secara sendiri-sendiri atau bersama menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman dengan membudayakan perilaku green dalam aktivitas keseharian:
Penghijauan/menanam pohon di panti belajar dan sekitarnya, di pekarangan rumah dan sekitarnya, lahan tidak produktif.
- Menjaga kebersihan tempat belajar dan sekitarnya, rumah dan sekitarnya (sanitasi air, MCK, bak sampah).
- 3 M (menguras bak mandi, mengubur kaleng-kaleng bekas, membakar sampah)
- Membuang sampah pada tempatnya
- Tidak menggunakan bahan kimia (pengawet, pewarna) pada makanan Budidaya obat-obatan herbal
- Tidak menebang pohon seenaknya
- Tidak membunuh binatang seenaknya
- Tidak memeliharan binatang yang dilindungi.
Reuse
- Menggunakan sisi lain kertas yang sudah dipakai untuk memo, mencetak hasil pekerjaan yang belum fix, menggunakan amplop dari kertas bekas.
- Menggunakan kantong plastik bekas setiap belanja sehingga tidak perlu membeli baru.
Reduce
- Menghemat air
- Mematikan perangkat elektronik yang tidak dipakai.
- Membatasi penggunaan semua barang elektronik.
- Mematikan lampu
- Mematikan AC mobil untuk perjalanan jarak dekat
Recycle
- Mengolah sampah organik rumah tangga menjadi kompos.
- Mengolah limbah plastik menjadi aneka kerajinan
- Mengolah kotoran ternak menjadi kompos, biogas
- Mengolah limbah kopi menjadi pewarna alami batik
- Memanfaatkan serbuk gergaji menjadi media jamur tiram
Pemanfaatan kain perca untuk aneka produk Pengurangan polutan:
- Tidak membuang limbah/sampah di sungai
- Tidak menggunakan pupuk kimia untuk pertanian dan perkebunan
- Penghijauan
- Biodeversitas
Pengurangan emisi
- Mengganti minyak tanah atau LPG dengan biogas, bioetanol
- Mengganti solar dengan biodisel
- Mengganti tenaga listrik dengan tenaga surya, tenaga angin
Di Indonesia ada 123 Desa Mandiri Energi yang mengembangkan sumber energi alternatif dari minyak kelapa sawit, tanaman jarak pagar, air dan angin. Angka produksi biodiesel yang dimulai tahun 2006 bisa mencapai produksi 2,9 juta ton per tahun dan bioetanolbaru 240 ribu per tahun ( Kartini , 2009)
Dimensi sosial budaya
Penerapan dimensi ekonomi dan sosial budaya pada program PNFI harus mempertimbangkan sosial budaya masyarakat. Aspek sosial budaya pada intinya adalah upaya menjaga, mengembangkan sistem nilai, budaya, adat-istiadat, norma-norma yang sudah baik yang berlaku di masyarakat dan membawa perubahan-perubahan pada hal-hal yang kurang baik.
Dimensi sosial budaya
Penerapan dimensi ekonomi dan sosial budaya pada program PNFI harus mempertimbangkan sosial budaya masyarakat. Aspek sosial budaya pada intinya adalah upaya menjaga, mengembangkan sistem nilai, budaya, adat-istiadat, norma-norma yang sudah baik yang berlaku di masyarakat dan membawa perubahan-perubahan pada hal-hal yang kurang baik.
- Memelihara sistem nilai yang berlaku di masyarakat (gotong royong, kerjasama, rukun, guyub, kekerabatan, saling keterbukaan, empati yang tinggi, solidaritas sosial)
- Memelihara adat istiadat yang tidak melanggar norma-norma susila, norma agama dan hukum seperti selapanan, nujuh bulanan, nyadran, sekatenan, grebeg besar, Kenduri/selamatan dsb
- Memperbaiki pola perilaku masyarakat yang irasional, menyimpang dan kontra produktif seperti pergi kedukun ketika sakit, percaya pada benda-benda tertentu ( aji-aji/jimat, keris, cincin, batu), judi, adu jago, ngerumpi.
Memelihara seni tradisional
- Mengembangkan budaya menghargai pluralistik.
- Mengembangkan demokrasi
- Mengganti budaya kekerasan (premanisme) dengan budaya harmoni
- Mengembangkan budaya antri
Tiga dimensi tersebut dalam implementasinya tidak bisa dipilah atau terpisah, tetapi terintegrasi dengan pembelajaran program PNFI. Dalam hal ini, tidak hanya dibutuhkan kompetensi dari penyelenggara program PNFI dan tu-tor, tetapi juga komitmen yang super untuk membangun indivividu yang bertanggungjawab dan kepedulian terhadap lingkungan.
Paradigma baru dalam bidang pendidikan termasuk pendidikan nonformal dan informal adalah mengintegrasikan EfSD dalam penyelenggaraan program PNFI. EfSD bukan mata pembelajaran baru, melainkan sebuah konsep/wawasan yang bertumpu pada tiga pilar yakni pengembangan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan secara simultan. Muatan EfSD wajib disisipkan dalam pembelajaran pada program-program PNFI secara terintegrasi (integrated learning). Oleh karena itu, perlu pemahaman semua pihak, koordinasi yang baik dan partisipasi bagaimana mengubah pengembangan kearah sustainability kedalam rencana dan aksi yang bijaksana.
Ada berbagai strategi implementasi EfSD melalui program–program PNFI baik secara kolektif maupun individu yaitu:
Paradigma baru dalam bidang pendidikan termasuk pendidikan nonformal dan informal adalah mengintegrasikan EfSD dalam penyelenggaraan program PNFI. EfSD bukan mata pembelajaran baru, melainkan sebuah konsep/wawasan yang bertumpu pada tiga pilar yakni pengembangan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan secara simultan. Muatan EfSD wajib disisipkan dalam pembelajaran pada program-program PNFI secara terintegrasi (integrated learning). Oleh karena itu, perlu pemahaman semua pihak, koordinasi yang baik dan partisipasi bagaimana mengubah pengembangan kearah sustainability kedalam rencana dan aksi yang bijaksana.
Ada berbagai strategi implementasi EfSD melalui program–program PNFI baik secara kolektif maupun individu yaitu:
- Pengembangan kapasitas SDM PNFI khususnya pendidik maupun tenaga kependidikan melalui berbagai pelatihan, orientasi dan sosialisasi;
- Penyelenggaraan berbagai program PNFI yang green;
- Menjadikan UPT PNFI dan Organisasi Mitra sebagai pelopor lingkungan;
- Adanya keteladan para pejabat PNFI dan praktisi berperilaku green;
- Menjadikan media komunikasi dan informasi terbitan lembaga PNFI yang green;
- Membiasakan perilaku green pada setiap peserta didik program PNFI dalam kegiatan pembelajaran maupun keseharian.
EfSD akan berhasil jika ada partisipasi dan kerjasama antar lembaga
PNFI, stake holder, organisasi mitra, tenaga pendidik dan kependidikan dan tokoh masyarakat. Partisipasi saja dari berbagai pihak tidak cukup untuk memastikan/menjamin EfSD bisa berjalan baik. Program ini tidak akan berhasil, jika dukungan kebijakan dari pemerintah pusat tidak di-follow up oleh pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota. Terputusnya kebijakan pusat dengan daerah akan memberi warna terhadap kegagalan EfSD dalam perspektif PNFI. Satu hal yang penting untuk dicatat adalah bahwa mengembangkan peserta didik yang cerdas sekaligus rakhmat bagi sekalian alam sebagaimana diamanatkan dalam Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Bagian bukanlah hal yang mudah. Perlu proses pencerahan, penyadaran secara terus menerus melalui berbagai upaya pendidikan pada setiap jenis dan jenjang termasuk PNFI.
Daftar Bacaan
Departemen Pendidikan Nasional, 2009, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Gatut Susanto dan Hari Sutjahyo, 2007, Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanaasan Global, Penebar Plus, Jakarta.
Jonny Purba, 2005, Pengelolaan Lingkungan Sosial, Kantor Kementerian Luar Negeri, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Kartini, Edisi Khusus 2009, Bahan Bakar Nabati Program Dunia Akhirat, Profil Evita Legowo Retno S Sudibyo, Education for Sustainable Development, EfSD, Panduan untuk Pengembangan Berkelanjutan, Bahan Presentasi 2009.
Setyawati Y I., 2008, Panduan Wanita dalam Melestarikan Lingkungan Hidup, Panduan, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
UNESCO, ESD dan Media, Bangkok, 2009
PNFI, stake holder, organisasi mitra, tenaga pendidik dan kependidikan dan tokoh masyarakat. Partisipasi saja dari berbagai pihak tidak cukup untuk memastikan/menjamin EfSD bisa berjalan baik. Program ini tidak akan berhasil, jika dukungan kebijakan dari pemerintah pusat tidak di-follow up oleh pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota. Terputusnya kebijakan pusat dengan daerah akan memberi warna terhadap kegagalan EfSD dalam perspektif PNFI. Satu hal yang penting untuk dicatat adalah bahwa mengembangkan peserta didik yang cerdas sekaligus rakhmat bagi sekalian alam sebagaimana diamanatkan dalam Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Bagian bukanlah hal yang mudah. Perlu proses pencerahan, penyadaran secara terus menerus melalui berbagai upaya pendidikan pada setiap jenis dan jenjang termasuk PNFI.
Daftar Bacaan
Departemen Pendidikan Nasional, 2009, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Gatut Susanto dan Hari Sutjahyo, 2007, Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanaasan Global, Penebar Plus, Jakarta.
Jonny Purba, 2005, Pengelolaan Lingkungan Sosial, Kantor Kementerian Luar Negeri, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Kartini, Edisi Khusus 2009, Bahan Bakar Nabati Program Dunia Akhirat, Profil Evita Legowo Retno S Sudibyo, Education for Sustainable Development, EfSD, Panduan untuk Pengembangan Berkelanjutan, Bahan Presentasi 2009.
Setyawati Y I., 2008, Panduan Wanita dalam Melestarikan Lingkungan Hidup, Panduan, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
UNESCO, ESD dan Media, Bangkok, 2009
3 Komentar Pembaca (reader comment) to "Kurikulum Pendidikan Untuk Pengembangan Berkelanjutan"
penataan sama sistemnya kurang pas bagi para pelajar sekarang, jadi kadang banyak orang menjadi merasa kuwalahan, :-(
Posting Komentar