Terbaru
Senin, Februari 23, 2009
INDRA - Menjelang pemilu 2009 sebagian rakyat Indonesia disibukan dengan kampanye disana sini baik terbuka ataupun sembunyi-sembunyi. Ada yang membagi-bagikan sembako kepada rakyat miskin, memberi bantuan kepada sekolah, kepada petani, kepada semua yang dianggap sebagai sasaran untuk meraih masa. Bahkan tidak sedikit Caleg yang sikap dermawannya muncul secara drastis menjelang pemilu 2009.
Hal-hal semacam diatas sering kali muncul biasanya 1 tahun sebelum pemilu. Entah kenapa, mungkin jika 3 atau 4 tahun sebelum pemilu terlalu besar modal yang harus dikeluarkan oleh sebuah partai yang akan menduduki posisi sebagai wakil rakyat itu. Coba lihat, media masa atau pun elektronik i penuhi dengan iklan-iklan capres dan partai-partai yang katanya semua menyuarakan suara rakyat.
Mungkin partai yang mempunyai modal besar akan lebih banyak muncul iklannya dari pada partai yang memang dibuat untuk mencari popularitas dan kedudukan yang kebetulan lolos verifikasi. Namun sekali lagi, rakyat sekarang tidak bodoh.
Ternyata ada juga partai yang memang dengan tulus ingin menyuarakan aspirasi rakyat, akan tetapi namanya politik semua itu menjadi sebuah keniscayaan ketika sebuah tindakan baik dan tulus dianggap sebagai ajang untuk mencari simpati masa. Mungkin pembaca pernah mendengar kalimat yang berbunyi "Politik itu kejam" tak kenal kawan, tak kenal lawan, semua di bantai habis demi sebuah kepentingan golongan. Padahal sebetulnya kepentingan bersama lah yang harus di perioritaskan diatas kepentingan lainnya, begitu kata buku PPKN (civiv education) yang di pelajari oleh seluruh para politikus yang memang pernah merasa mengenyam bangku sekolah. Seyogyanya itu saja dulu yang harus dihayati.
Sebagian rakyat yang merasa kecewa dengan sistem demokrasi di negeri ini merasa bosan dengan janji-janji para elit politik, sampai pada tindakan memproklamirkan golput sebagai sebuah pilihan yang tepat bagi mereka. Kekecewaan yang mendalam terhadap sistem demokrasi di Indonesia yang sampai sekarang tidak membawa dampak perubahan yang lebih maju alias hanya jalan ditempat. Itulah yang membuat rakyat sudah tidak percaya dengan sistem yang ada, dan merasa ada pemerkosaan hak jika di paksa harus memilih.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai salah satu majelis yang mengeluarkan fatwa-fatwa untuk seluruh umat islam di Indonesia Mengharamkan Golput dilihat dari manfaat dan madharatnya. Tapi ternyata hal itu tidak membuat orang geram terhadap fatwa itu, karena memilih atau tidak merupakan hak bukan merupakan sebuah kewajiban. MUI mengeluarkan fatwa tersebut untuk seluruh umat muslim. Ini negara majemuk, mungkin tak ada masalah untuk rakyat yang mempunyai keyakinan berbeda mngambil langkah golput.
Benarkah golput itu merupakan pilihan?
Entah itu apologi atau sebuah kalimat yang mmang benar adanya. Beberapa bulan yang lalu saya melihat sebuah tayangan Debat di tvOne saya lupa nama acaranya, yang di perdebatkan disana adalah tentang Golput. Dua kubu yang berdebat di acara itu diantaranya KPU beserta perwakilan dari partai dan orang-orang yang golput diantarnya ada sebagian mahasiswa dari Forum Kota (forkot). Dalam perdebatan yang seru tersebut hanya 1 kalimat yang sering di suarakan bahwa Golput ituadalah sebuah pilihan. Mereka mengatakan kepada KPU dan partai bahwa "kami rakyat yang mengambil jalan golput mempersilahkan KPU menyelenggarakan PEMILU, partai-partai dipersilahkan berkampanye akan tetapi kami tidak akan berhenti untuk membangunkan rakyat untuk tidak terbuai dengan janji-janji selama sistem demokrasi di Indonesia masih seperti ini". Entah sistem ap yang mereka bicarakan yang jelas mereka terlihat kecewa dengan sistem demokrasi di Indonesia.
Mudah-mudahan ini menjadi bahan renungan bagi para elit politik, untuk pemuda generasi penerus bangsa. Mengapa hal ini dapat terjadi, itulah pertanyaan terbesar yang harus dijawab oleh para politikus sebagai praktisi. Saya bukanlah seorang kritikus dan pemberi saran yang pandai, hanya makhluk lemah yang melihat penderitaan rakyat yang bertubi-tubi yang disebabkan keserakahan, keegoisan dan ketamakan.
Golput, golongan putih. Ada dimana-mana, tanpa diproklamirkan tanpa dikampanyekan dan tanpa membutuhkan modal untuk untuk membuat orang mengikutinya. Golput bukan partai atau apapun yang patut dipilih tetapi dampak dari stagnasi perpolitikan dalam menjalani demokrasi di negeri ini. Dan tanpa disadari golput melanda di pelosok negeri dengan prosentase yang meningkat.Jangan tanya kenpa, tetapi bagaimana. Bagaimana mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap demokrasi dinegeri ini.
Hal-hal semacam diatas sering kali muncul biasanya 1 tahun sebelum pemilu. Entah kenapa, mungkin jika 3 atau 4 tahun sebelum pemilu terlalu besar modal yang harus dikeluarkan oleh sebuah partai yang akan menduduki posisi sebagai wakil rakyat itu. Coba lihat, media masa atau pun elektronik i penuhi dengan iklan-iklan capres dan partai-partai yang katanya semua menyuarakan suara rakyat.
Mungkin partai yang mempunyai modal besar akan lebih banyak muncul iklannya dari pada partai yang memang dibuat untuk mencari popularitas dan kedudukan yang kebetulan lolos verifikasi. Namun sekali lagi, rakyat sekarang tidak bodoh.
Ternyata ada juga partai yang memang dengan tulus ingin menyuarakan aspirasi rakyat, akan tetapi namanya politik semua itu menjadi sebuah keniscayaan ketika sebuah tindakan baik dan tulus dianggap sebagai ajang untuk mencari simpati masa. Mungkin pembaca pernah mendengar kalimat yang berbunyi "Politik itu kejam" tak kenal kawan, tak kenal lawan, semua di bantai habis demi sebuah kepentingan golongan. Padahal sebetulnya kepentingan bersama lah yang harus di perioritaskan diatas kepentingan lainnya, begitu kata buku PPKN (civiv education) yang di pelajari oleh seluruh para politikus yang memang pernah merasa mengenyam bangku sekolah. Seyogyanya itu saja dulu yang harus dihayati.
Sebagian rakyat yang merasa kecewa dengan sistem demokrasi di negeri ini merasa bosan dengan janji-janji para elit politik, sampai pada tindakan memproklamirkan golput sebagai sebuah pilihan yang tepat bagi mereka. Kekecewaan yang mendalam terhadap sistem demokrasi di Indonesia yang sampai sekarang tidak membawa dampak perubahan yang lebih maju alias hanya jalan ditempat. Itulah yang membuat rakyat sudah tidak percaya dengan sistem yang ada, dan merasa ada pemerkosaan hak jika di paksa harus memilih.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai salah satu majelis yang mengeluarkan fatwa-fatwa untuk seluruh umat islam di Indonesia Mengharamkan Golput dilihat dari manfaat dan madharatnya. Tapi ternyata hal itu tidak membuat orang geram terhadap fatwa itu, karena memilih atau tidak merupakan hak bukan merupakan sebuah kewajiban. MUI mengeluarkan fatwa tersebut untuk seluruh umat muslim. Ini negara majemuk, mungkin tak ada masalah untuk rakyat yang mempunyai keyakinan berbeda mngambil langkah golput.
Benarkah golput itu merupakan pilihan?
Entah itu apologi atau sebuah kalimat yang mmang benar adanya. Beberapa bulan yang lalu saya melihat sebuah tayangan Debat di tvOne saya lupa nama acaranya, yang di perdebatkan disana adalah tentang Golput. Dua kubu yang berdebat di acara itu diantaranya KPU beserta perwakilan dari partai dan orang-orang yang golput diantarnya ada sebagian mahasiswa dari Forum Kota (forkot). Dalam perdebatan yang seru tersebut hanya 1 kalimat yang sering di suarakan bahwa Golput ituadalah sebuah pilihan. Mereka mengatakan kepada KPU dan partai bahwa "kami rakyat yang mengambil jalan golput mempersilahkan KPU menyelenggarakan PEMILU, partai-partai dipersilahkan berkampanye akan tetapi kami tidak akan berhenti untuk membangunkan rakyat untuk tidak terbuai dengan janji-janji selama sistem demokrasi di Indonesia masih seperti ini". Entah sistem ap yang mereka bicarakan yang jelas mereka terlihat kecewa dengan sistem demokrasi di Indonesia.
Mudah-mudahan ini menjadi bahan renungan bagi para elit politik, untuk pemuda generasi penerus bangsa. Mengapa hal ini dapat terjadi, itulah pertanyaan terbesar yang harus dijawab oleh para politikus sebagai praktisi. Saya bukanlah seorang kritikus dan pemberi saran yang pandai, hanya makhluk lemah yang melihat penderitaan rakyat yang bertubi-tubi yang disebabkan keserakahan, keegoisan dan ketamakan.
Golput, golongan putih. Ada dimana-mana, tanpa diproklamirkan tanpa dikampanyekan dan tanpa membutuhkan modal untuk untuk membuat orang mengikutinya. Golput bukan partai atau apapun yang patut dipilih tetapi dampak dari stagnasi perpolitikan dalam menjalani demokrasi di negeri ini. Dan tanpa disadari golput melanda di pelosok negeri dengan prosentase yang meningkat.Jangan tanya kenpa, tetapi bagaimana. Bagaimana mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap demokrasi dinegeri ini.
7 Komentar Pembaca (reader comment) to "Golput Adalah Pilihan (Sebuah Renungan)"
btw salam kenal yo ;D
Tapi, emang nggak bisa dipungkiri kalo demokrasi indonesia sebenernya sangat terlihat carut marut. bahkan susah untuk ngebedain mana pemimpin yang kiranya benar-benar bisa membawa indonesia ke tempat yang lebih baik atau pemimpin yang hanya sekedar mencari kepentingannya sendiri.
tapi, bagi saya, golput memang suatu pilihan. walaupun kesannya tidak mendukung demokrasi di indonesia, tapi, bukan kah tidak boleh ada pemaksaan dalam pemilu. di mata saya, jika memang indonesia ingin dibilang demokrasi, maka seharusnya memang tidak ada larangan untuk golput. paling-paling nanti ada penilaian bahwa masyarakat indonesia tidak punya kesadaran untuk mendukung demokrasi di indonesia. tapi, jika diungkap lebih dalam lagi, akan terlihat alasan mengapa mereka lebih memilih untuk melakukan hal itu. dan, dari situ, saya rasa bukan tidak mungkin semuanya akan berubah.
hehe... saya cuma menyuarakan pemikiran saya, kok...
bukan bermaksud men-judge atau menilai seenaknya.
kalo ada kata-kata nggak berkenan, tolong dimaafin.
oiya, salam kenal anyway.
Orang yg mw menjadi legislatif kebanyakan tidak tulus untuk rakyat.
Ckckck...
Klo situasinya gini, saya juga ikutan golput koq. Saya rasa golput sah2 saja. Gmn lage, gak ad calon yg sesuai dgn pilihan hati koq dipaksain. Iya tow...
lagipula gw golput, soalnya imigran gelap nih, gak ada ktp hahahah...
Posting Komentar